waktu kecil kita sering bertanya, "ma, aku keluarnya dari mana, sih?" atau, "pa, tuhan itu siapa?" tapi semakin tua, kita semakin jarang bertanya. hidup ini tidak lagi menarik tanpa pertanyaan. monoton. terjebak dalam rutunitas. padahal, hidup yang nggak pernah dipertanyakan adalah hidup yang nggak layak diteruskan, kata socrates. nah, lho!fahd djibran; karena bertanya tak membuatmu berdosa: a cat in my eyes
setiap hari ternyata yang kita perdebatkan adalah perihal tentang mana yang esensi dan yang sekadar eksistensi, atau ruang di antara keduanya: tidak esensial dan juga tidak eksistensial. rugi tidaknya kehidupan kita diperhitungkan dengan seberapa sadar kita terhadap partiturpartitur yang esensi seharihari. eksistensi kita sebagai manusia hanya nol besar tanpa adanya esensi. mari malam ini, samasama melebur dalam satu kehidupan dengan paradigma yang terfokus pada halhal yang hakiki.
cinta, adalah sesuatu yang esensi. tidak ada satu makhluk pun di dunia yang bisa menjelaskan apa maknanya. karena cinta sendiri adalah makna. dia esensinya. bentukannya dalam suatu hubungan cewekcowok hanyalah eksistensi. cinta tidak bisa didefinisikan hanya sebatas pacaran saja, atau lebih gawatnya didefinisikan dengan hubungan seksual. cinta itu kebahagiaan setiap insan; kebahagiaan itu pun sesuatu yang esensi. eksistensinya bermacammacam. bisa menangis. bisa tertawa. bisa memeluk. bisa melompat. bisa kehidupan. bahkan kematian.
"ton, gue punya tekateki: mana yang duluan, telor atau ayam?" celetuk seorang anak sd di tengah pekarangan sekolah waktu istirahat.kenaifan itulah yang muncul berkelibatan dalam otak manusia, tanpa sadar. manusia mulai bolor dalam membedakan mana prioritas yang esensial atau leluconlelucon eksistensial. sama seperti obrolan anak sd tentang mana yang lebih dulu: telur atau ayam?
"ya ayamlah! mana ada dibilang suatu hari Tuhan menciptakan telur!" jawab anton sambil mengunyah makanan kantin.